Merek-merek Rumah Tangga Terkenal Andil Babat Hutan Indonesia
P & G, Oreo, Gillette, merupakan merek-merek produk rumah
tangga terkenal yang memiliki andil dalam perusahan hutan di Indonesia hingga
mendorong kepunahan harimau Sumatera. Mengapa? Karena mereka konsumen
dari produsen sawit raksasa asal Singapura, PT Wilmar Internasional, yang
banyak membeli sawit-sawit dari sumber-sumber ‘tak steril’ alias hasil dari
membabat hutan.
Demikian laporan Greenpeace terbaru berjudul Izin
Memusnahkan atau Licence to Kill yang rilis, di Jakarta, Selasa (22/10/13).
Bustar Maitar, Kepala Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace
Internasional mengatakan, sebagai pemain besar, Wilmar memiliki kekuatan
mengubah industri. “Sebelum perusahaan ini berkomitmen kebijakan nol
deforestasi, perdagangan minyak sawit mereka dengan merek rumah tangga besar
seperti P&G, Mondelez, dan Reckitt Benckiser, tanpa disadari membuat
konsumen mendorong kepunahan harimau Sumatera di Indonesia,” katanya.
Wilmar, sudah memiliki kebijakan melestarikan hutan
bernilai konservasi tinggi (high conservation value/HCV) dan lahan gambut di
konsesi mereka. Namun, konsesi itu hanya memasok kurang empat persen total
minyak sawit. Sisanya, dari pemasok.
Parahnya, Wilmar tak mewajibkan kebijakan lingkungan dan
sosial dari para pemasok yang menjual tandan buah segar sawit atau minyak sawit
mentah. Dua pemasok mereka, Ganda Group dan Surya Dumai (First Resources)
terlibat dengan kebakaran di Riau, yang terjadi tahun ini.
Pemasok lain, Bumitama, menebang habis habitat orangutan di
dua wilayah berbeda di Kalimantan dan siap membuka hutan di konsesi baru mereka
di Taman Nasional Tanjung Puting.
Wilmar juga dikaitkan dengan perdagangan perkebunan ilegal
di Taman Nasional Tesso Nillo.
Greenpeace mendokumentasikan perkebunan sawit
ilegal di dalam kawasan Tesso Nilo, dengan hasil panen masuk ke pabrik Wilmar.
Greenpeace memiliki bukti, perdagangan Wilmar dari perusahaan dengan kegiatan
antara lain pembukaan ilegal, kebakaran di lahan gambut, dan pembukaan habitat
harimau ini.
Bukan itu saja. Di Kabupaten Merangin, Jambi, anak usaha
Wilmar, PT Agrindo Indah Persada (PT AIP), memegang izin konsesi seluas 1.280
hektar. Penanaman 500 hektar dan kawasan masuk HCV sekitar 417 hektar,
baik karena keragaman hayati tinggi, jasa lingkungan penting maupun
wilayah-wilayah kritis guna mempertahankan budaya masyarakat lokal.
Dari investigasi Greenpeace, pada 2009, hutan menutupi
sekitar 10 persen atau 124 hektar konsesi. Tahun 2013, hanya tersisa kurang
dari 20 hektar wilayah berhutan, sepertiga atau 35 hektar pembukaan wilayah
HCV. Greenpeace mendokumentasikan pembukaan jalan dan perkebunan berada pada
lereng curam yang masuk kategori HCV.
Di sana, tampak pohon-pohon tumbang
karena erosi.
Wirendro Sumargo, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia
mengatakan, deforestasi di kawasan ini dari 2009-2013, terjadi pada habitat
harimau. Bahkan, dari wawancara Greenpeace dengan warga sekitar, sempat melihat
harimau dan anaknya di dekat konsesi AIP.
Kiki Taufik, Kepala Pemetaan dan Riset Greenpeace Indonesia,
mengatakan, sawit pemicu terbesar deforestasi di Indonesia, atau sekitar 300
ribu hektar hutan hilang, sama dengan 15 persen kehilangan habitat harimau
karena sawit. “Dari riset beberapa tulisan ilmiah banyak fakta
mengungkapkan dengan harimau Sumatera berkurang, menandakan kehilangan hutan dan
lahan gambut yang memicu stabilitas iklim di Indonesia.”
Hutan Sumatera, terbabat, habitat harimau Sumatera, spesies
satu-satunya yang tersisa di Indonesia, terancam. Saat ini, harimau Sumatera
masuk katagori terancam punah secara kritis dalam daftar spesies terancam punah
IUCN. Hanya sekitar 400 harimau Sumatra hidup di alam liar.
Dulu, harimau bisa ditemui di sebagian besar Sumatera.
Ekspansi perkebunan dan penebangan kayu mengurangi habitat primer. Mereka
terdesak. Periode 1985 dan 2011, separuh hutan alam Sumatera, semula seluas 25
juta hektar, ditebang. Sekitar 80 persen dataran rendah, yang merupakan habitat
penting satwa tak hanya harimau, orangutan dan lain-lain.
Pada 2009-2011, sekitar 383 ribu hektar habitat harimau
musnah, tertinggi di Riau kehilangan 10 persen. Dari pemetaan pun tampak
habitat harimau makin terfrakmentasi. “Kondisi ini meningkatkan konflik manusia
dan harimau dan perburuan harimau,” ujar dia.
Greenpeace pun menuntut Wilmar agar berhenti mencuci minyak
sawit kotor ke pasar global, termasuk mendesak merek produk rumah tangga segera
membersihkan rantai pasokan dari sumber-sumber sawit tak jelas. Dalam laporan
itu, Greenpeace memberikan beberapa rekomendasi.
Wilmar membantah dukungan mereka terhadap para pemasok yang
terkait land clearing, maupun pembakaran hutan. Seperti dikutip dari AFP, Lim
Li Chuen, juru bicara Wilmar mengatakan, perusahaan kerab me-review operasional
bisnis mereka, termasuk kebijakan mengenai sumber sawit dan bekerja sama dengan
ahli rantai pasokan internasional.
Dia mengatakan, perusahaan telah memperingatkan kepada semua
staf bahwa kebijakan mereka memasok sawit dari sumber-sumber sah. Bagi pemasok
dari sumber ilegal yang mencoba masuk harus diputus.
Sumber: Mongabay
Posting Komentar untuk "Merek-merek Rumah Tangga Terkenal Andil Babat Hutan Indonesia"